Minggu, 26 Maret 2017

manajemen dana (perhitungan bagi hasil)

                                                                        Kelompok 4


MANAJEMEN DANA BANK SYARIAH
(Perhitungan Bagi Hasil dan Margin)
Dosen Pengampu
Muhammad Iqbal S.E.I., M.E.I

Disusun Oleh :
Dyna Dia Marta                1551020025
Melisa Rani                        1551020220               
Neneng Ratna Sari           1551020236                           
Sela Wani                           1551020300   
Robby Septiawan              1551020293               

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM SEMESTER 4
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2016/2017



KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohiim.
Assalammualaikum Wr.Wb
            Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengassih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Manajemen Dana Bank Syariah”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yanng telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
            Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Manajemen Dana Bank Syariah” ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Wassalammualaikum Wr.Wb.
                                                                                                Bandar Lampung, 20 Maret 2017

                                                                                                            Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Bank syariah berdasarkan pada prinsip profit sharing tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang di danai. Para deposan juga sama-sama mendapatkan bagian dari keuntungan bank sesuai dcengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian ada kemitraan antara bank syariah dengan para deposan di satu pihak dan bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain.
Sistem ini berbeda dengan konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan memberi pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas perbankan islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang di gunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum islamnya.
Mekanisme lembaga keuangan syariah pada pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk penyertaan atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis ini harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semau pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkairan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentinga pribadi yang menjalankan proyek.

  1. Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah ini kelompok kami ingin mengetahui tentang :
1.      Perhitungan bagi hasil
2.      Dan margin
  1. Tujuan makalah
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) khususnya mahasiswa program study S1 Perbankan Syariah.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    pengertian bagi hasil

Sistem perekonomian islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha yang harus di tentukan pada awal yang terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang di tentukan porsinya masing-masing pihak, misalnya 20:80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang di peroleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib).
Bank syariah berdasarkan pada prinsip profit sharing tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang di danai. Para deposan juga sama-sama mendapatkan bagian dari keuntungan bank sesuai dcengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian ada kemitraan antara bank syariah dengan para deposan di satu pihak dan bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain.
Sistem ini berbeda dengan konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan memberi pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas perbankan islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang di gunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum islamnya.
Mekanisme lembaga keuangan syariah pada pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk penyertaan atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis ini harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semau pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkairan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentinga pribadi yang menjalankan proyek.[1]



B.     PERHITUNGAN BAGI HASIL
Bagi hasil adalah pendapatan utama pda kegiatan syariah, karena pada dasarnya semua kegiatan syariah harus mempunyai manfaat yang adil antara semua yang terlibat dalam kegiatan usaha yang mempergunakan prinsip syariah.
Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terbagi kepada dua sistem, yaitu profit and loss sharing dan revenue sharing.
a.       Profit and loss sharing
Profit sharing menurut etimologi indonesia adalah bagi keuntungan dalam kamus ekonomi diartikan ‘pembagian laba.’ Profit secara istilah adalah perbedaan lebih besar antara total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan dengan biaya total (total cost). Istilah lain dari profit sharing adalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerja sama antara pemodal (investor) dan pengelola modal (entrepreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, di anatara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepatan di dalam usaha tersebut, jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan diawal perjanjian, dan begitu pula usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
b.      Revenue sharing
Revenue sharing adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada total deluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjaualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.[2]
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari totl biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Revenue pada perbankan syariah adalah hasil yang diterima oelh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Contoh : Bank Sakinah Syariah (BSS) melakukan kerja sama bisnis dengan wahana, seseorang pedagang menggunakan akad mudharabah. BSS memberikan modal kepada wahana. Wahana = Rp. 10.000.000.00 dengan nisbah bagi hasil BSS : Wahana = 30% : 70% dengan profit sharing atau 10% : 90% apabila dengan revenue sharing. Wahana melaporan laba rugi penjualannya sebagai berikut :
Penjualan                                             Rp. 1.000.000,00
Harga pokok penjualan                       Rp.   (700.000,00)
Laba Kotor                                          Rp.   (300.000,00)
Biaya-biaya                                         Rp.   (100.000,00)
Laba bersih                                          Rp.     200.000,00

Pendapatan yang diperoleh BSS dan Wahana dari kerja sama bisnis atas pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metode profit sharing atau revenue sharing.
Profit sharing
Bank syariah : 30% x Rp 200.000,00 (laba kotor) = Rp. 60.000,00
Wahana : 70% x Rp. 200.000,00 = Rp. 140.000,00

Net Revenue Sharing
Bank syariah : 10% x Rp. 300.000,00 = Rp. 30.000,00
Wahan : 90% x Rp. 300.000,00 = Rp. 270.000.00[3]





Perbandingan Bagi Hasil dengan Profit Sharing dan Revenue Sharing
perbandingan pendapatan bagi hasil pada profit sharing dengan revenue sharing dapat diuraikan mempergunakan tabel berikut :

URAIAN
KONDISI I
KONDISI II
KONDISI III
KONDISI IV
Pendapatan
1000
100
100
100
HPP
70
80
85
89
Laba Kotor
30
20
15
11
Biaya Usaha
10
10
10
10
Laba Bersih
20
10
5
1
Nisbah
60
60
60
60
Profit Sharing
12
6
3
0,6
Revenue Sharing
18
12
9
6,6
Nisbah Revenue Sharing agar sama
40
30
20
6
BagiHasil Revenue Sharing
12
6
3
0,6

Dengan mempergunakan nisbah yang sama, maka perbandingan besarnya pendapat bagi hasil mempergunakan revenue sharing dengan profit sharing dapat dirumuskan besarnya bagi hasil seperti berikut ini :
Revenue Sharing/Profit Sharing = Laba Kotor/Laba Bersih
Agar pendapatan bagi hasil mempergunakan revenue sharing dengan profit sharing besarnya sama, maka besarnya nisbah yang dibagikan dapat dirumuskan seperti berikut ini:
Nisbah Revenue Sharing = (Bagi Hasil Profit Sharing/Laba Kotor)x 100
Contoh : laba kotor sebesar 30, laba bersih sebesar 18, dan dengan profit sharing 12, agar pendapatan bagi hasil dengan revenue sharing sama sebesar 12, maka besarnya nisbah pada revenue sharing adalah = (12/30)X 100=40



PERHITUNGAN PENDAPATAN YANG DIBAGIHASILKAN
Perhitungan pendpatan yang dibagihasilkan oleh lembaga keuangan syariah dapat terjadi pada posisi sebagai berikut :
1.      LKS Sebagai pengelola dana
2.      LKS Sebagai pemilik dana

LKS Sebagai Pengelola Dana
Perhitungan pendapatan yang akan dibagihasilkan oleh LKS termasuk Bank Syariah sebagai pengelola dana akan memerhatikan hal-hal berikut ini :
1.      Sumber dana
2.      Pendapatan secara cash basis
3.      Pendapatan yang akan dibagihasilkan
4.      Pendapatan bersih pengelola dana
5.      Perhitungan bagi hasil

Sumber Dana
Pendapatan yang akan dibagihasilkan oelh LKS termasuk Bank Syariah, antara lain bersumber dari:
1.      Sumber dana yang mempergunakan akad mudharabah, seperti tabungan dan deposito
2.      Sumber dana yang mempergunakan akad wadiah dapat diperhitungkan dalam bagi hasil, dengan syarat :
Semua hasil yang diperoleh menjadi milik LKS dan Bank Syariah
Dapat dipergunakan pemberian bonus oleh LKS dan Bank Syariah kepada nasabah wadiah.

Pendapatan Secara Cash Basis
Pembukuan pada LKS termasuk Bank Syariah adalah mempergunakan akrual basis. Namun demikian, pada perhitungan bagi hasil mempergunakan cash basis.
Secara akrual basis, pendapatan yang belum diterima atau masih diakui sebagai piutang sudah diakui sebagai pendapatan. Pendapatan secara cash basis adalah pendapatan hanya diakui stelah kasnya diterima.

Pendapatan yang akan Dibagihasilkan
     Pendapatan yang akan dibagihasilkan berasal dari :
1.      Jual beli, pada piutang murabahah, piutang salam, dan piutang istishna
2.      Ujroh, pada ijarah, ijarah muntahiyah bittamlik, uang muka disewakan kembali
3.      Bagi hasil, pada investasi mudharabah, investasi musyarakah

C.    KEBIJAKAN DALAM PENENTUAN PROFIT MARGIN DAN NISBAH BAGI HASIL

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin dan bagi hasil antara lain :
a.       Komposisi Pendanaan
Bagi bank syariah yang pendanaan nya sebagian besar diperoleh dari dana giro dan tabungan, yang notabene nisbah nasabah tidak setinggi pada deposan (apalagi bonus / athaya untuk giro cukup rendah karena diserahkan sepenuhnya pada kebijakan bank syariah yang bersangkutan), maka penentuan keuntungan (margin atau bagi hasil bagi bank) akan lebih kompetitif jika dibandingkan suatu bank yang pendanaannya porsi terbesar berasal dari deposito.

b.      Tingkat Persaingan
Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis, sedangkan pada tingkat persaingan masih longgar bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.

c.       Resiko Pembiayaan
Untuk pembiayaan pada sektor yang beresiko tinggi, bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang beresiko sedang apalagi kecil.

d.      Jenis Nasabah
Yang dimaksudkan adalah nasabah prima dan nasabah biasa. Bagi nasabah prima misal usaha nya besar dan kuat bank cukup mengambil keuntungan tipis, sddangkan untuk pembiayaan kepada para nasabah biasa diambil keuntungan yang lebih tinggi .

e.       Kondisi  Perekonomian
Siklus ekonomi meliputi kondisi revival, boom/peak puncak, resesi dan depresi. Jika perekonomian secara umum berada pada dua kondisi pertama, di mana usaha berjalan lancar, maka bank dapat mengambil kebijakan pengambilan keutungan yang lebih longgar. Namun pada kondisi lainnya (resesi dan depresi) bank tidak merugi pun sudah bagus, keuntungan sangat tipis.

f.       Tingkat Keuntungan Yang diharapkan Bank
Secara kondisional, hal ini (spread bank) terkait dengan masalah keadaan perekonomian pada umumnya dan juga resiko atas suatu sektor pembiayaan, atau pembiayaan terhadap debitur dimaksud. Namun demikian, apa pun kondisinya serta siapa pun debiturnya, bank dalam operasional nya, setiap tahun tentu telah menetapkan berapa besar keuntungan yang dianggarkan. Anggaran keuntungan inilah yang akan berpengaruh pada kebijakan penentuan besarnya margin ataupun nisbah bagi hasil untuk bank.[4]

A.    PENYUSUNAN RENCANA PEMBIAYAAN

Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam perencaan pembiayaan di bank syariah adalah :
a.       Pendekatan perencanaan pembiayaan berdasarkan sumber dana yang dapat dikumpulkan oelh bank secara rasional. Sebagai kegiatan pokok suatu bank yaitu disatu pihak mengumpulkan dan kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan. Oleh karena itu, kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan ke masyarakat akan sangat tergantung dari sumber-sumber dana yang dapat dikuasainya. Sumber-sumber dana tersebut masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Di samping kempuan untuk mendapatkan dana dari masing-masing sumber yang akan terbatas pula.
Dari dana yang dapat dikumpulkan oleh suatu bank dari berbagai sumber, ternyata tidak seluruhnya dapat dipasarkan dalam bentuk pembiayaan, karena untuk menjaga likuiditas bank yang bersangkutan perlu suatu reserve baik berupa uang tunai, surat-surat berharga yang mudah dilikuiditasi atau cadangan pada rekening bank sentral.
Dengan demikian,masalah perencanaan pembiayaan melalui pendekatan sumber atara lain ialah :
1.      Berapa volume dana yang dapat dikumpulkan
2.      Berapa volume dana yang dapat dislaurkan
3.      Dari mana sumber-sumber dana tersebut

b.      Pendekatan Perencanaan Pembiayaan berdasarkan kemampuan pasar untuk menyerap penawaran dana dalam bentuk pembiayaan.
pada periode sebelumnya ada deregulasi perbankan tahun 1983, dapat dikatakan nasabah debitur mencari bank. Pada keadaan pasca seregulasi, oleh sebab bank diberikan kebebasan untuk mandiri,bank tidak dapat menunggu debitur datang, tetapi harus secara proaktif mencari debitur dengan menawarkan layanan yang kompetitif. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencaan pembiayaan berdasarkan pendekatan pasar adalah :
1.      Corak pemasarannya (market profile), baik ditinjau dari “economic environment” yang dapat diketahui berbagai indikator ekonomi, juga ditinjau dari “cultural environment”  maupun “regulatory environment”
2.      Corak persaingan (competition profile), berapa banyak volume pembiayaan yang telah dipasarkan ke masyarakat dan berapa besar masing-masing bank pesaing merebut “market share” . financial product apa saja yang di jual dan bagaiman pricing-nya, dan lain-lain.
3.      Corak nasabah (costomer profile), apakah perusahaan milik pemerintah, atau swasta, atau dari kelompok pengusaha ekonomi lemah. Pemahaman atas corak nasabah ini akan sangat bermanfaat dalam menerapkan sasaran pemasaran yang aka dilakukan.
4.      Corak produk (product profile) yang telah dan akan dipasarkan. Berapa persen jenis pembiayaan itu dapat disediakan di bandingkan dengan seluruh jenis pembiayaan perbankan, dan seberapa besar daya serap pasar (yang dibutuhkan nasabah).
5.       
c.       Pendekatan perencanaan pembiayaan berdasarkan anggaran bank

Dalam pendekatan anggaran titik tolak pembahasaanya terletak pada pencapaian keseimbangan antara sumebr dana (pendekatan sumber dana) dengan pasar dana (pendekatan pasar ) serta faktor-faktor produksi yang dimiliki oelh bank yang bersangkutan. Pola pikir yang dipakai pada pendekatan ini adalah berangkat dari pengertian anggaran ini sendiri, yaitu suatu rencana kerja yang dimanifestasikan dalam bentuk kesatuan mata uang. Adapun maksud dan tujuan penyusunan anggaran antara lain:
1.      Sebagai alat koordinasi dari berbagai kegiatan yang ada dalam suatu bank.
2.      Sebagai alat pengawasan karena anggaran meruakan tolak ukur dari rencana kerja yang akan direalisasir di kemudian hari.[5]
3.      Sebagai alat pemilihan alternatif-alternatif yang akan ditempuh suatu bank dalam mewujudkan optimal profit dari pengelolaan faktor-faktor produksi yang dikuasainya.
4.      Dan lain-lain.



D.    Metode penentuan profit margin
Pembiayaan jual beli
Ada empat metode penentuan profit margin yang derapkan pada bisnis bank konvensional:
a.       Mark-up
Adalah penentuan tingkat harga dengan me-markup biaya produksi komuditas yang bersangkutan.
Contoh:
Suatu perusahaan X memproduksi harga A. Dalam penentuan tingkat harga dan biaya produksinya perusahaan tersebut dengan mempertimbangkan biaya-biaya sebagai berikut:
Biaya variabel per unit                                    Rp.10,-
Biaya tetap                                          Rp. 100.000,-
Jumlah unit yang di harapkan terjual, sebanyak 10.000 unit
Dengan demikian biaya produksi perusahaan untuk memproduksi barang A adalah sebagai berikut:
                                                                    Biaya tetap
Biaya per unit = biaya variabel + _________________
                                                                 Jumlah penjualan
                                                            Rp.100.000
                                    = Rp.10 + _________________ = Rp.20
                                                            10.000
Di asumsikan, perusahaan menetapkan keuntungan penjualan sebesar 10% dari penjualan, maka mark-up price untuk tiap unit adalah sebagai berikut:

                                               
Harga mark-up =                     Biaya per unit                         
                                    (1 – pendapatan penjualan yang di harapkan)

                                    =          Rp. 20             Rp. 22,22
                                                (1 – 0,10)

Harga besaran Rp.22,22 merupakan harga yang telah di mark-up, dan harga tersebut yang di jadikan sebagai harga dasar penawaran penjualan kepada calon nasabah yang akan membeli barang A tersebut. Jiak calon nasabah tersebut menyepakati harga maka akan terjadi kontrak jual beli.
b.      Target return pricing
Adalah penentuab harga jual produk yang bertujuan mendapatkan tingkat return atas besarnya modal yan gdi investaikan. Dalam bahasa keuangan di kenal dengan return on investment. Dalam hal ini, perusahaan akan menentukan berapa return yang diharapkan atas modal yang telah di investasikan.
Contoh:
Perusahaan X yang memproduksi barang A tersebut telah menginvestasikan  dananya sebesar Rp.1.000.000,- dengan menghasilkan tingkat raturn sebesar 20%. Dengan demikian target return pricing, dapat di cari sebagai berikut:
Target raturn price = unit cost + return yang di harapkan x moda investasi
                                                                        Unit sale

                                    = Rp. 20 +       0,20 x Rp. 1.000.000,-                       
                                                                        10.000
                                    = Rp.40,-

Harga sebesar Rp.40,- merupakan harga yang telah di targetkan dari banyaknya modal yang di investasikan, dan harga tersebut di jadikan harga dasar penawaran penjualan dengan calon nasabah yang akan membeli barang A tersebut. Jika calon nasabah menyepakati harga tersebut maka akan terjadi kontrak jual beli.

c.       Persaived value pricing
Adalah penentuan harga jual dengan tidak menggunakan variabel harga sebagai dasar harga jual. Harga jual di dasarkan pada harga produk pesaing di mana perusahaan melakukan penambahan atau perbaikan unit untuk meningkatkan kepuasan pembeli.
Contoh:
Seseorang lebih suka menabung di bank syariah berkah dari pada bank syariah permai, walaupun tingkat bagi hasil di bank permai lebih tinggi di bandingkan benk syariah berkah. Nasabah merasa puas karena dibank berkah pelayanannya lebih baik di bandingkan dengan pelayanan yang di berikan oleh bank syariah permai.
d.      Value pricing
Adalah kebijakan harga yang konpetetif atas barang yang berkualaitas tinggi. Dengan ungkupan; ono rego ono rupo. Artinya: barang yang baik pasti harganya mahal. Namun perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mampu menghasilkan barang yang berkualitas dengan biaya yang efisien sehingga perusahaan tersebut dapat dengan leluasa menentukan tingkat harga di bawah harga kompetitor.
Dengan metode penentuan harga yang berlaku dalam ekonomi konvensional tersebut di gunakan untuk menentukan tingakat harga dalam mekasinme syariah. Penentuan biaya dalam pembiayaan di bank syariah dapat menggunakan salah satu di antara empat model tersebut di atas namun yang lazim di gunakan oleh bank syariah saat ini adalah dengan metode going rate pricing. Yaitu dengan menggunakan tingkat suku bunga pasar sebgai rujukan (benchmark). Di samping itu bank syariah juga berkeinginan untuk mendapatkan customer yang bersipat floating custmerk.
Namu demikian,penentuan harga jual produk pada bank syariah harus memperhatikan ketentuan-ketuan yang di benarkan menurut syariah. Oleh karena itu, metode penentuan harga jual berdasarkan pada mark-up pricing maupun targat return pricing dapat di gunakan dengan melakukan modifikasi.




B. Konsep Perhitungan Bagi Hasil Dan Margin Laba
Dana yang telah di kumpulkan oleh bank islam dari titipan dana pihak ketiga atau titipan lainnya, di kelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan besar, baik untuk nasabah mau pun Bank Islam. Prinsip utama yang harus di kembangkan Bank Islam dalam kaitannya dengan dengan manajemen dana adalah, bahwa : Bank Islam harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di ank Konvensional, dan mampu menarik bagi hasil dari debitur yang berlaku di Bqank Konvensional.
Oleh karena itu, upaya manajemen dana Bank Islam perlu dilakukan secara baik. Baiknya manajemen dana  yang di lakukan Bank Islam akan menunjukkan kredbilitas di depan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya. Sehingga, arah untuk mencapai : likiuditas, rentabilitas dan solvabilitas Bank Islam dapat tercapai
C. Perhitungan Bagi Keuntungan Bagi Deposan
Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan cirri utama bagi Lembaga Keuangan Tanpa Bunga atau Bank Islam.  Bagi hasil, sering disebut orang sebagai pengganti nama “bunga”. Untuk menjawab perihal ini, marilah kits coba menganalisis perhitungan bagi hasil. Melalui ilustrasi pada pembahasan berikut ini akan memberikan gambaran riil letak perbedaan antara system bagi hasil dengan system bung, sebagai berikut :
1.      Contoh kasus : (Bank Bagi Hasil)
Bapak A memilikim deposito Rp. 10 juta, jangka waktu satu bulan (1 Desember 1995 s/d 1 Januari 1996), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57% : 43%. Jika keuntungan bank yang di peroleh untuk deposito satu bulan per 31 Desember  1996 adalah Rp20 juta dan rata-rata deposisto jangka waktu 1 bulan adalah Rp950 juta, berapa keuntungan yang diperoleh Bapak A?

Jawab :
Keuntungan yang diperoleh Bapak A adalah :
(Rp10 juta / Rp950 juta) x Rp20 juta x 57%    = Rp120.000
           
2.      contoh kasus (Bank Konvensional)
Pada tanggal1 Desember 1994, Bapak B membuka deposito sebesar Rp10 juta, jangka waktu satu bulan, dengan tingkat buga 9% p.a berapa bunga yang diperoleh pada saat jatuh tempo?

            Jawab :
Bunga yang di perolh Bapak B adalah :
(Rp10 juta x 31 hari x 9%)/365 hari    =Rp76.438

Dari contoh  di atas dapat di simpulkan bahwa pada dasarnya, bank bagi hasil memberi keuntungan kepada deposan  dengan pendekatan Financing to Deposito Rate (FDR), sedangkan bank konvensional dengan pendekata biaya. Artinya, dalam mwenagkui  pendapatan, bank bagi hasil menimbang rasio antara dana pihak ketiga  dan pembiayaan yang di berikan, serta pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan dua factor tersebut. Sedangkian bank konvensional langsung enganggap semua bunga yang diberikan  adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut.

D. Menghitung Pendapatan Yang Akan Dibagihasilkan
Pendapatan bagi hasil yang diperoleh dari hasil penempatan dana pihak ketiga melalui pembiayaan yang berakad ual beli; maupun syirkah atau jasa. Hail dari pendapatan tersebut dibagihasilkan kepada para nasabah pemilik dana (deposan). Untuk membagisilkan pendapatan , kita harus  melihat perbandingan  antara jumlah dana yang dikelola-Modal sendiri, Giro, Tabungan, Deposito dan lainnya) dengan jumlah pembiayaan yang di saurkan. Bila total dana nasabah kecil, maka pendapatan dibagihasilkan antara nasabah dengan bank. Sebaliknyajika pembiayaannya besar dari dana  nasabha, maka modal bank juga harus  memperoleh bagian pendapatan.
Contoh :
Jumlah pendapatan Bank dari bagi hasil pembiayaan Rp10 juta, dalam satu bulan. Total dana masyarakat yang dikelola Rp250 juta. Maka pendapatan Rp10 juta ini akan dibagihasilkan antara nasabah dan bank.
Seandainya totsl pembiayaan yang diberikan Rp300 juta, berarti modal bank yang ikut disalurkan Rp50 juta, sehingga pendapatan tersebut harus dibagi dulu dengan perhitungan sebagai berikut :
1.      untuk bank = (Rp50 juta : Rp300 juta) x Rp10 juta = 1.666.667
2.      untuk dibagihasilkan dengan nasabah = (Rp250 juta : Rp300 juta) x Rp10 juta = Rp8.333.333.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Bagi hasil adalah pendapatan utama pda kegiatan syariah, karena pada dasarnya semua kegiatan syariah harus mempunyai manfaat yang adil antara semua yang terlibat dalam kegiatan usaha yang mempergunakan prinsip syariah.
Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terbagi kepada dua sistem, yaitu profit and loss sharing dan revenue sharing
Oleh karena itu, upaya manajemen dana Bank Islam perlu dilakukan secara baik. Baiknya manajemen dana  yang di lakukan Bank Islam akan menunjukkan kredbilitas di depan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya. Sehingga, arah untuk mencapai : likiuditas, rentabilitas dan solvabilitas Bank Islam dapat tercapai

B.     Kritik dan Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.












DAFTAR PUSTAKA

Djoko Muljono,Perbankan dan Lembaga keungan syariah (yogyakarta,2015)
Herman Darmawi, manajemen Perbankan (jakarta,2012)
Ir.Drs.Lukman Dendawijaya,M.M.manajemen perbankan,(september,2005)
Muhama, manajemen dana bank syariah,(jakarta)
Rizal yaya,akuntansi perbankan syariah (jakarta,2012)



[1] Djoko Muljono,Perbankan dan Lembaga keungan syariah (yogyakarta,2015) h, 107
[2] Herman Darmawi, manajemen Perbankan (jakarta,2012), h.73
[3] Ir.Drs.Lukman Dendawijaya,M.M.manajemen perbankan,(september,2005), h.100
[4] Muhama, manajemen dana bank syariah,(jakarta), h.316
[5] Rizal yaya,akuntansi perbankan syariah (jakarta,2012). H.369