Minggu, 26 Maret 2017

makalah bank syariah

PENGANTAR DAN KONSEP DASAR PERBANKAN SYARIAH
 (Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Lembaga Instrumen dan Keuangan Syariah)

Jurusan/semester/kelas : PS/IV/D
Dosen Pengampu: Muhammad Kurniawan, S.E.,M.E.sy

LOGO IAIN LAMPUNNG WARNA BARU.jpg
 











Disusun oleh  :
1.      Melisa Rani                 (1551020220)
2.      Raniza Fatonah           (1551020264)
3.      Sela Wani                    (1551020300)
4.      Vivi Avriani P             (1551020323)





JURUSAN PERBANKAN SARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1438 H/2017 M


KATA PENGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Lembaga Instrumen dan Keuangan Syariah .
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang pengantar dan konsep dasar perbankan syariah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang pengantar dan konsep dasar perbankan syariah. kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.




Bandar Lampung, 22 Maret  2017


Penyusun


DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar
.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................1
BAB II ISI
2.1 Sejarah Bank Syariah......................................................................................2
2.2 Produk-Produk Bank Syariah........................................................................4
2.3 Perkembangan Bank Syariah.......................................................................13
2.4 Permasalahan Bank Syariah.........................................................................22
2.5 Analisis............................................................................................................27
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari perekonomian masyarakat yang dilandasi nilai-nilai islam. Ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi kapitalisme, sosialisme, mauoun negara kesejahteraan. Kegiatan ekonomi syariah tidak luput dari lembaga perbankan syariah yang memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan ekonomi syariah.
Dalam ushul fiqh, ada kaidah yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa fa huwa wajib”, yakni sesuatu yang harus ada menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib di adakan. Mencari nafkah (kegiatan ekonomi) adalah wajib. Dan karena pasa zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, lembaga perbankan ini pun wajib diadakan. Dengan demikian, maka kaitan antara islam dengan perbankan manjadi jelas. Si samping itu, kita mengetahui bahwa islamtelah mengatur segala kegiatan manusia termasuk kegiatan berekonomi di dalam Al-Qur`an dan Al-hadist.

1.2  RUMUSAN MASALAH
2.      Bagaimana sejarah bank syariah ?
3.      Apa sajakah produk-produk bank syariah ?
4.      Bagaimana perkembangan bank syariah ?
5.      Apa yang menjadi permasalahan bank syariah ?

1.3  TUJUAN
2.      Mengetahui dan memahami sejarah bank syariah.
3.      Mengetahui dan memahami produk-produk bank syariah.
4.      Mengetahui dan memahami perkembangan bank syariah.
5.      Mengetahui dan memahami permasalahan bank syariah.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Bank Syariah
2.1.1        Praktik Perbankan di Zaman Rasulullah Saw dan Sahabat Ra
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai dengan syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah Saw. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan keperluan bisinis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan dapat melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw yang dikenal sebagai julukan Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terkahir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para ppemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.
Seorang sahabat Rasulullah Saw. Zubair bin Al-Awwam r.a, memilih tidak menerima titipan harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni pertama, dengan mengambil uang pinjaman, ia mempunyai hak memanfaatkannya; kedua, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh. Dalam riwayat yang lain, yang disebutkan, Ibnu Abbas r.a juga pernah melakukan pengiriman uang ke kufah dan Abdullah bin Zubair r.a melakukan pengiriman uang dari Makkah ke adiknya Mis`ab bin Zubair r.a yang tinggal di Irak.
[1]Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan, pada masa pemerintahannya, khalifah Umar bin Khatab menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu di impor dari Mesir. Di samping itu, pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, muzara`ah, musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kamu Anshar.
Dengan demikian, jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah Saw, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang telah melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang telah melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi peniriman uang, dan adapula yang memberikan modal kerja.

2.1.2        Sejarah Perbankan Syariah di Berbagai negara
Sejarah awal mula kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan oleh Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic Rutal Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih berskala kecil.
Di Uni Emirat Arab, baru pada tahun 1975 dengan berdirinya Dubai Islamic Bank. Kemudian di Kuwait pada tahun 1977 berdiri Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank. Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for Invesment and Development Bank.
Di Siprus tahun 1983 berdiri Faisal Islamic Bank of Kibris. Kemuadian di Malaysia Bank Syariah lahir tahun 1983 dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun 1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah.
Di Iran sistem Perbankan Syariah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki negara yang berideologi sekuler Bank Syariah lahir pada tahun 1984 yaitu dengan hadirnya dasae Al-Maal Al-Islami serta Faisal Finance Institution dan muali beroperasi tahun 1985.
Salah satu pelopor utama dalam melaksanakan sistem Perbankan Syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkonversi seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelunya pada tahun 1979 beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan mensosialisaikan pinjaman tanpa bunga, terutama kepada petani dan pelayan.
2.1.3        Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1990-an adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, dimana akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini BMI sudah meliliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar.
Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Di samping BMI, saat ini juga telah lahir Bnak Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank syariah dari cabang konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan BPD jabar, Bank BRI, Bank Bukopin.

2.2  Produk-produk Bank Syariah
Produk yang ada di terdapat di Perbankan Syariah adalah menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa pengiriman uang. Yang sangat berbeda denganbank umum lainnya yang bersifat konvensional menjalankan uasahanya atas pendapatan bunga. Sedangkan bank syariah menggunakan peinsip-prinsip yang diperbolehkan syariat Islam, prinsip syariat Islam yang diterapkan dalam[2] perbankan syariah terbagi menjadi tiga bagian yaitu : Sistem bagi hasil, sistem jual beli dengan margin keuntungan, dan sistem jasa (fee).
2.2.1        Produk Penyaluran Dana Bank Syariah
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu : pembiayaan dengan prinsip jual-beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama. Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di awal dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunaan prinsip jual beli seperti Murabahah, Salam, dan Istishna, serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaitu Ijarah dan IMBT.
Sedangkan pada kategori ketiga tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang teermasuk kedalam kategori ini adalah Musyarakah dan Mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip di atas. Dari sisi akad yang digunakan dalam penyaluran pembiayaan, bank syariah memiliki banyak variasi akad yang diperbolehkan, yang meliputi :
1.      Murabahah (04/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad murabahah;
2.      Jual Beli Salam (05/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad salam, juga salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah, dan tidak berkaitan dengan akad pertama;
3.      Jual Beli Istishna (06/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad istishna;
4.      Pembiayaan Mudharabah (07/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad mudharabah;
5.      Pembiayaan Musyarakah (08/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad musyarakah;
6.      Pembiyaan Ijarah (09/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad ijarah;
7.      Qardh (19/DSN-MUI/IV/2000) dengan akad qardh;
8.      Istisna Paralel (22/DSN-MUI/III/2002) dengan akad istisnha;
9.      IMBT (27/DSN-MUI/III/2002) dengan akad ijarah terlebih dahulu, kemudian akad bai` atau hibah, hanya dapat dilakukan dengan masa ijarah selesai;
10.  Pembiyaan Pengurusan Haji (29/DSN-MUI/IV/2002) dengan akad ijarah atau membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip qardh;
11.  Pembiyaan Rekening Koran Syariah (30/DSN/VI/2002) dengan akad wakalah dan wa`ad;
12.  Pembiayaan Multijasa (44//DSN-MUI/VIII/2004) dengan akad ijarah atau kafalah;
13.  Line Facility (45/DSN-MUI/II/2003) dengan akad murabahah, istisna, mudharabah,musyarakah dan ijarah;
14.  PRKS Musyarakah (55/DSN-MUI/V/2007) dengan akad musyarakah dan boleh disertai dengan wa`ad;
15.  Musyarakah Mutanaqisah (73/DSN-MUI/XI/2008) dengan akad musyarakah/syirkah dan bai;
16.  Sale and Lease Back (71//DSN-MUI/IVII/2008) dengan ba`i dan ijarah yang dilaksanakan secara terpisah;
17.  Murabahah Emas (77/DSN-MUI/V/2010) dengan akad murabahah MUI membolehkan selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang) dan;
18.  Refinancing Syariah (89//DSN-MUI/XII/2013) degan berbagai skema akad, yaitu 1) akad musyarakah mutanaqishah; 2) akad al-bai` wa al-isti`jar, dan 3) akad al-bai` dalam rangka musyarakah mutanaqishah.[3]
2.2.1.1  Prinsip Jual Beli (Ba`i)
a.       Pembiayaan Bai`al-Murabahah
Bai`al-Murabahah merupakan pembiayaan dana dari pemilik modal LKS maupun Bnank Syariah kepada nasabah untuk memebeli barang dengan menegaskan harga belinya barang dan pembeli (nasabah) akan membayarnya dengan harga yang lebih, sebagai keuntungan pemilik modal sesuai yang disepakati bersama. Harga tidak boleh berubah sepanjang akad dan apabila terjadi kesulitan membayar, dapat dilakukan restrujrurisasi dan kalau tidak membayar karena lalai dapat dikenakan denda.
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, Murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Murabahah dalam Bank Syariah sesuai dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/2000 tentang Murabah; Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba; Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah islam; Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang  yang telah disepakati kualifikasinya; Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, misalnya jika pembelian secara utang; Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli di tambah keuntungannya, dalam hal ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan; Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut dengan jangka waktu tertentu yang telah disepakati; Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah; Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahab harus dilakukan setelah baeang, secara prinsip menjadi milik bank.
b.      Ba`i Salam
Bai`as-Salam adalah pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka. Prinsip yang harus yang dianut adalah harus diketahui terlebih dahulu jenis, kualitas, dan jumlah barang dan hukum pembayaran harus dalam bentuk uang, yang diatur di dalam Fatwa DSN No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang salam.
c.       Istishna`
Istishna adalah jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pambuat/shani). Menurut Fatwa DSN No: 6/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli Istishna, ketentuan tentang pembayaran  : Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat; Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati; Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang. Ketentuan tentang barang : Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang; Harus dapat dijelaskan spesifikasnya; Penyerahan dilakukan kemudian; Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan; Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya; tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang yang sesuai kesepakatan; Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Perbedaan Murabahah, Salam, dan Istishna adalah sebagai berikut :
Akad
Penyerahan Barang
Pembayaran
Murabahah
Barang diserahkan pada akad
Tunai
(Barang sudah ada pada akad)
Angsuran


Salam
Barang belum ada
Dibayar seluruhnya saat akad
(kemudian)
Ditandatangani
Diserahkan sekaligus

Istishna
Barang belum ada (kemudian)
di muka sesuai dengan tahapan

Pengerjaan
diserahkan bisa bertahap
setelah pengerjaan barang

2.2.1.2 Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Sesuai dengan Fatwa DSN No 44 Tentang Biaya Multi Jasa, ketentuan umum : Pembiayaan multi jasa hukumnya boleh (jaiz) artikel baru menggunakan akad ijarah atau kafalah; Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti ketentuan semua yang ada dalam fatwa ijarah; Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti ketentuan semua yang ada dalam fatwa kafalah; Dalam kedua pembiayaan multi jasa, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau biaya; Besar ujrah atau fee harus disepakati dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.

2.2.1.3  Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembayaran syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebegai berikut:
a.       Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari bagi hasil, di mana dua orang atau lebih mengumpulkan dana pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Syirkah dibedakan menjadi berikut ini : Syirkah Al-Milk (waris/hibah), Syirkah Al-Uqud (syirkah abdan,wujuh,mudharabah,inan,mufawadah). Di dalam dewan syariah diatur Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Musyarakah.
Dalam praktik perbankan al-Musyarakah diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang dibayai dengan bank sama-sama menyediakan harta dana untuk melaksanakan proyek tersebut.

2.2.1.4  Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah kerjasama antara dua atau lebih dari pihak pemilik mal (shohibul mal), yang mempercayakan sejumlah modal dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal kepada pengelola (mudharib). Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000, bank sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Dalam fatwa tersebut dijelaskan ketentuan yang menyatakan bahwa keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan modal. Dijelasakan juga bahwa pada prinsipnya, dalam pembiayan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad mudharabah merupakan pandangan yang sesuai dengan syariah dan merupakan padangan yang sesuai dengan syariah dan merupakan persyaratan yang diperbolehkan, yaitu bank bank memberikan persyaratan agar nasabah meneyrtakan jaminan.

2.2.1.5   Al-Muza`arah
Al-Muza`arah merupakan kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini di aplikasikan untuk pembiayaan bidang platation atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, pupuk. Sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.

2.2.1.6  Al-Musaqah
Al-Musaqah adalah bagian dari al-muza`arah, yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dalam menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari presentase hasil pertanian . jadi tetap dalam kontek adalah kerja sama pengolahaan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

2.2.2        Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah
2.2.2.1 Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadi`ah yad dhamanah yang diterapkan produk rekening giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadi`ah amanah. Dalam wadi`ah amanah pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, hal wadi`ah dhamanah, pihak yang dititpi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
            Karena wadiah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, implikasi hukumnya sama dengan qard, dimanan nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang , dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Adapun produk dalam prinsip wadiah adalah :
a.       Giro wadiah
b.      Tabungan mudharabah
c.       Tabungan haji mudharabah
d.      Deposito investasi mudharabah
2.2.3        Jasa-Jasa Bank Lainnya
2.2.3.1 Hiwalah (alih utang-piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara pemindahan piutang dengan yang berhutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barang-barang nya kepada pemilik proyek yang akan di bayar dua bulan kemudian. Karena, kebutuhan supplier akan liquditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangny. Banka akan menerima pembayaran dari pihak pemillik proyek.
2.2.3.2 Rahn ( Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang akan digadaikan wajib memenuhi kriteria :
a.       Milik nasabah sendiri
b.      Jelas ukuran, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar
c.       Dapat dikuasi namin tidak boleh dimanfaatkan oleh bank
Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, nasabah harus bertanggung jawab.
Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakuan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut atas izin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, kelebihan tersebutt menjadi milik nasabah. Dalam hal ini hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibanya, maka nasabah harus menutupi kekurangannya.
2.2.3.3  Qardh
Qardh adalah pinjaman uang, aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu :
a.       Sebagai pinjaman talangan haji
b.      Sebagai pinjaman tunai
c.       Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d.      Sebagai pinjaman kepada pengurus bank.
2.2.3.4   Wakalah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk meakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti[6] pembukaan L/C import syariah, L/C export syariah, pembiayaan rekening koran syariah, inkaso, dan transfer uang, . Wakalah diatur dalam Fatwa DSN N0. 10/DSN-MUI/2000 atas waqalah.
2.2.3.5  Kafalah
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya jasa atas jasa yang diberikan. Kafalah diatu dalam Fatwa DSN No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah.

2.2.3.6  Sharf ( Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini , penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

2.2.3.7  Ijarah (sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kontak simpanan (safe deposit box), dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodia). Bank mendapat imbalan dari sewa tersebut. Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara bank sebagi oemberi sewa (mu`ajjir) dengan penyewa (musta`jir) tanpa di ikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. Landasan syariah dari ijarah adalah Al-Qur`an, surat Al-Baqarah: 233 : “ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu, apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kau kepada allah dan ketahuilah bawa allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”. Ijarah juga di atur dalam Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/2000 tentang Ijarah.
Dalam kegiatan iajrah juga dikenal istilah IMBT (Ijarah Muntahiyal Bittamlik) adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), kepada perusahaan pemberi sewa (mu`ajjir) dari penyewa (musta`jir) disertai opsi pemindahan hak milik ats barang yang di sewa kepada penyewa setelah selesai sewa.
Page1.jpg
Page2.jpg





2.3            Perkembangan Bank Syariah
Di indonesia, bank syariah yang pertama kali didirikan pada tahun 1992 adalah bank Muamalah Indonesia. Walaupun perkembangannya agak terlambat bila di bandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada 1 unit Bank syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah, terakhir menurut data ojk pada tahun 20116 jumlah bank syariah di indonesia mencapai 166 buah. Ini menunjukkan bahwa bank indonesia mampu bersaing dengan bank-bank konvensional, dan semakin tahun mengallami kemajuan yang lumayan pesat.
Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2016 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi november 2004, volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 triliun rupiah, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6 %, volume usaha perbankan syariah di akhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 24 triliun rupiah. Dengan volume tersebut diperkirakan industri perbankan syariah akan mencapai pangsa sebesar 1,8% dari industri perbankan nasional dibandingkan sebesar 1,1% pada akhir tahun 2004. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut di topang oleh rencana pembukan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dana pihak ketiga mencaapai 20 triliun rupiah dengan jumlah pembiayaan sekitar 21 triliun rupiah di akhir tahun 2005.
Sementara iyu, riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting pada tahun 2005 menunjukkan bahwa total aset bank syariah di Indonesia diperkirakan akan lebih besar daripada apa yang diproyeksikan oleh Bank Indonesia. Dengan menggunakan KARIM Growth Model, total aset bank syariah di Indonesia diproyeksikan akan mencapai antara 1,92 % sampai 2,31 % dari industri perbankan nasional.  Adapun jurnal yang kami dpat di situs website Ojk mengenai  aset serta jumlah bank syariah pada tahun terbaru dan perbandingan[8] perkembangan aset serta jumlah bank konvensional  akan kami sajikan di halaman selanjutnya.
Pertumbuhan aset di bank syariah di Indonesia akan sangat mengesankan. Tumbuh-kembangnya aset bank syariah ini di karenakan semakin baiknya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah.
Di indonesia, perkembangan bank syariah dapat di uraikan sebagai berikut :
a.       1980    : muncul ide konsep lembaga keuangan syariah, uji coba BMT salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti.
b.      1990    : lokakarya MUI dimana para peserta sepakat mendirikan bank syariah di Indonesia.
c.       1992    : pada tanggal 1 mei 1992 bank syariah pertama bernama Bank Muamalah Indonesia mulai beroperasi.
d.      1992    : kemunculan BMI ini kemudian diikuti dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang mengakomodasi perbankan dengan prinsip bagi hasil bank umum maupun BPRS.
e.       1998    : keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 yang mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah.
f.       1999    : keluar UU No. 23 tahun 1999 tentang bank indonesia yang mengakomodasi kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah, di mana BI bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan bank komersil termasuk bakn syariah. BI dapat menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan prinsip syariah. Pada tahun ini di buka kantor cabang syariah untuk pertama kali.
g.      2000    : BI mengeluarkan regulasi oprasional dan kelembagaan bank syariah, di mana BI menetapkan pperaturan kelembagaan perbankan syariah. Perkembangan pasar uang antar bank syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai instrumen pasar uang syariah.
h.      2001    : pendirian unti kerja biro perbankan syariah di Indonesia untuk menangani perbankan syariah.
i.        2002    : peraturan BI no. 4/1/2002 mengenai pengenalan pembuktian bersih cabang syariah yang merupakan penyempurnaan jaringan kantor cabang syariah.
j.        2004    : keluar UU No. 3 tahun 2004 tentang peubahan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang makin mempertegas penetapan kebijakan moneter dengan yang dilakukan oleh BI dapat dilakukan dengan prinsip syariah, belakangan UU No. 23 tahun 1999 diubah dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008. Di samping itu BI juga menyiapkan peraturan standarisasi akad, tingkat kesehatan, dan Lembga Ppenjamin Simpanan. Di tahun ini juga terjadi perubahan Biro Perbankan Syariah menjadi Direktorat perbankan syariah di Bank Indonesia.
k.      2005    : di era UU No. 10/1998 secara teknis mengenai produk mengacu pada PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana dan Peyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian sudah diganti dengan PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
l.        2006    : Pemberian layanan syariah juga semakin dipermudah dengan dikenalkannya konsep office chanelling, yakni semacam counter layanan syariah yang terdapat di kantor cabang/kantor cabang pembantu bank konvensional yang sudah memiliki UUS. Hal demikian ditemukan dalam PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bnak Umum Konvensioanal. Produk Bank Syariah terdiri dari Produk Penghimpunan Dana (funding), produk penyaluran dana (lending), jasa (services), dan produk di bidang sosial.
m.    2008        : pada tanggal 16 juli 2008 UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disahkan yang memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan mendorong perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh lebih dari 65% per tahun, namun pasarnya (market share) secara nasional masih di bawah 5%. Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah, baik secara keembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru dikenakan UU No. 21 tahun 2008, antara lain menyangkut pemisahan (spin off) UUS baik secara sukarela maupun wajib komite Perbankan Syariah. Terdapat beberapa peraturan Bank Indonesia (PBI) yang diamantkan UU No. 21 tahun 2008.
n.      2011        : Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang secara bertahap beralih menjadi pengatur dan pengawas Lembga Keuangan di Indonesia. Untuk industri pasar modal dan industri keuangan nonbank pengalihan dilakukan pada tangga 31 Desember 2012, sedangkan untuk industri perbakan pada tanggal 31 Desember 2013, untuk Lembaga Keuangan Mikro pada tahun 2015.
o.      2015 : Menurut Statistik Perbankan Syariah OJK pertahun juni 2015, ada 12 bank umum syariah dan 22 UUS di Indonesia dengan total kantor sebanyak 2.460 unit, terdiri dari 593 kantor cabang, 1.622 kantor cabang pembantu dan sebanyak 245 kantor kas, sementara, Uus didukung oleh 1.900 layanan syariah. Total aset mencapai Rp. 272,3 triliun.
p.      2016 : Menurut Statisrik Perbankan Syariah OJK per desember 2016 ada 13 bank umum syariah dan 21 UUS di Indonesia dengan total jaringan kantor sebanyak 1.869 , kantor cabang pembantu1.207 dan 473 kantor cabang. Total aset mencapai 356.504 triliun.
                                   tabel 2. PERKEMBANGAN TOTAL ASET







 Indikator
2014
2015
2016
2017
Jan
 Bank Umum Syariah 




 - 
 Total Aset
204.961
213.423
254.184
    248.819
 - 
 Jumlah Bank
12
12
13
             13
 - 
 Jumlah Kantor 
2.163
1.990
1.869
        1.681

- KC
447
450
473
           474

- KCP
1.511
1.340
1.207
        1.207

- KK
205
200
189
           192
-
ATM
3.350
3.571
3.127
        3.142
-
Jumlah Tenaga Kerja
41.393
51.413
51.110
      51.168
 Unit Usaha Syariah 




 - 
 Total Aset
67.383
82.839
102.320
      95.470
 - 
 Jumlah Bank Umum  Konvensional yang memiliki UUS 
22
22
21
             21
 - 
 Jumlah Kantor UUS
320
311
332
           285

- KC
138
138
149
           150

- KCP
140
129
135
           135

- KK
42
44
48
             48
-
ATM
132
145
132
           133
-
Jumlah Tenaga Kerja
4.425
4.403
4.487
        4.555
Total Aset BUS dan UUS

272.343
296.262
356.504
    344.290
Total Kantor BUS dan UUS

2.483
2.301
34
        1.966
Total ATM BUS dan UUS
3.482
3.716
3.259
        3.275
Total Tenaga Kerja BUS dan UUS
45.818
55.816
55.597
      55.597





 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 




 - 
 Jumlah Bank 
163
163
166
           166
 - 
 Jumlah Kantor 
439
446
453
           451
 -
 Jumlah Tenaga Kerja
4.704
5.102
4.372
        4.478

            Bila dibandingkan dengan dengan pekembangan bank konvensional
Kinerja Bank Umum Konvensional
Keterangan
2014
2015
2016
2017
 Des
 Jan
Rasio Pemenuhan Kecukupan Modal Minimum (%)
                   19,57
                   21,39
                   22,93
                   23,21

-
Modal
              754.174
              914.657
           1.052.597
           1.073.127

-
ATMR
           3.854.234
           4.276.555
           4.589.611
           4.623.547
Rasio Modal Inti terhadap ATMR (%)
                   18,01
                   19,00
                   21,19
                   21,37

-
Modal Inti (Tier I)
              694.198
              812.590
              972.350
              988.255

-
ATMR
           3.854.234
           4.276.555
           4.589.611
           4.623.547
Return On Assets Ratio (%)
                     2,85
                     2,32
                     2,23
                     2,46

-
Laba sebelum pajak
              142.769
              132.601
              136.048
              158.770

-
Rata-rata total aset
           5.004.089
           5.703.813
           6.106.959
           6.458.310
Biaya Operasional thdp Pendapatan Operasional (%)
76,29
81,49
82,22
83,94

-
Biaya Operasional
              446.217
              569.141
              624.173
                70.015

-
Pendapatan Operasional
              584.887
              698.404
              759.146
                83.413
Net Interest Margin Ratio  (%)
                     4,23
                     5,39
                     5,63
                     5,39

-
Pendapatan bunga bersih
              260.940
              293.824
              329.913
              333.768

-
Rata-rata total aset produktif
           6.161.761
           5.449.642
           5.854.786
           6.191.395
Loan to Deposits Ratio (%)
                   89,42
                   92,11
                   90,70
                   89,59

-
Total Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank
           3.526.364
           3.903.936
           4.199.713
           4.138.608

-
Total Dana Pihak Ketiga
           3.943.697
           4.238.349
           4.630.352
           4.619.553
Rasio Aset Likuid (%)
                   16,24
                   16,70
                   17,50
                   17,81

-
Aset Likuid Primer
              686.023
              736.720
              837.433
              854.417

-
Aset Likuid Sekunder
              192.598
              251.623
              296.098
              295.926

-
Total Aset
           5.410.098
           5.919.390
           6.475.602
           6.458.310

            Dapat dilihat dari jurnal tersebut bahwa perbankan syariah kenaikan asetnya semakin tahun semakin naik meskipun perubahannya hanya sedikit, hal ini membuktikan perbankan syariah lebih tahan terhadap gejala-gejala kritis ekonomi di bandingkan dengan bank umum konvensional. Seharusnya, pemerintah harus lebih memperhatikan bank syariah.
           
2.4            Permasalahan Bank Syariah
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun peakris dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktivitas dan profesionalime perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengalkan ekonomi syariah di semua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber saya insani yang baik pula. Adapun tantangan yang di hadapi oleh perbankan syariah begitu beragam pada berbagai aspek sebagai berikut :
a.       Paradigma berfikir masyarakat sebagai pengguna maupun para pelaku dan rgulator perbankan syariah masih cenderung konvensional. Pandangan yang masih berfikir menggunakan kerangka dan parameter konvensional dalam melihat perbankan syariah memiliki implikasi yang negtif terhadap perkembangan industri.
b.      Perbankan syariah masih dikembangkan secara parsial baik pada tingkat kebijakan dan rgulasi, kelembagaan dan oprasional serta sumber daya manusia dan sistem pendidikan. Sehingga, perkembangannya jauh dari angka potensinya, bahkanpada beberapa hal menjadi kontra-produktif pada reputasi Islam atau syariah sebagai sistem dan keyakinan. Oleh sebab itu, dibutuhkan sinergi kebijakan pengembangan, pengembangan produk dan oprasional yang terpadu serta sosialisai dan edukasi serentak dan masif.
c.       Kurangnya kerja sama antara bank syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah karena lembaga tersebut kurang dipercaya oleh bank[9] syariah. Kerja sama keduanya dapat secara maksimal melayani sektor UMK yang selama ini mendominasi struktur ekonomi nasional.
d.      Sinergi yang belum terwujud pada tingkat sektoral misalnya sektor keuangan syariah yang bersifat komersial (perbankan dan non bank) dengan sektor keuangan syariah (lembaga zakat,waqaf,dan infak-sadaqah). Keterpaduannya dapat membuat keuangan syariah secara komprehetif memenuhi kebutuhan jasa keuangan baik sektor usaha besar, menengah, kecil dan mikro maupun masyarakat yang miskin (poorest of the poor).
e.       Belum adanya kebijakan dari pemerintah atau kementrian yang secara tegas memperlihatkan keberpihakan dalam mengembangkan industri keuangan syariah meski telah terbukti memiliki ketahanan dlam menghadapi krisis.
f.       Ketentuan perpajakan yang masih dimungkinkan terjadinya multitafsir, mengingat ketentuan perpajakan tidak menyebutkan jenis-jenis akad yang di gunakan dalalm transaksi keuangan syariah. Contohnya dalam penjelasan pasal 1A ayat 1 huruf h UU No.42 tahun 2009 tentang PPN, yang diberikan contoh hanya transaksi murabahah saja, sehingga timbul pertanyaan terkait dengan skema prinsip jual beli yang lain seperti salam dan istishna.
g.      Regulasi keuangan atau perbankan syariah belum sepenuhnya mengakomodasi atau memberikan kesempatan masyarakat dhuafa dapat memiliki usaha sebagai sumber penghasilan yang layak, mencukupi dan berkelanjutan.
h.      Peraturan keuangan dan perbankan syariah belum dipersepsikan oleh masyarakat sebagai peraturan yang meyakinkan dan menjamin bahwa industri keuangan dan perbankan syariah sudah memberikan rasa aman baik secara syariah (memenuhi prinsip syariah), regulasi (good gevernance) maupun secara sosial (mengakomodasi atau membantu masyarakat dhuafa).
i.        Spin-off sebagai imlpikasi dari kebijakan industri perbankan syariah yang tercantum dalam undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menunjukkan kecenderungan yang belumoptimal. Dukungan pada bank syariah hasil spin-off dari bank induknya masih belum optimal.
j.        Kemampuan yang terbatas dari masyarakat usaha sebagai nasabah dan praktisi perbankan yang menyediakan produk dalam mempratikkan produk berakad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), seperti kemampuan membuat pembukuan yang akurat dan transparan sebagai syarat dalam taransaksi bagi hasil. Atau setidaknya akad bagi hasil  ini memerlukan tingkat saling percaya yang lebih antara nasabah dan lembaga keuangan.
k.      Dominanya produk berakad jual beli mengesankan produk perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan produk bank konvensional, dimana margin jual beli( misalnya dalam murabahah) disamakan dengan bunga. Kesan ini menyebabkan sulit bagi bank syariah memasarkan produk syariah bahkan terbentuknya presepsi di masyarakat produk perbankan syariah lebih mahal dari konvensional.
l.        Keterbatasan dalam pembukuan dan penatausahaaan membuat konsep bagi hasil yang diterapkan bank syariah tidak sepenuhnya profit-loss sharing, tetapi lebih pada reveneu sharing.
m.    Prosedur penerbitan produk baru dalam perbankan syariah prosesnya relatif panjang karena membutuhkan proses dari opini hukum DPS, fatwa DSN dan izin dari otoritas. Semetara itu, proses yang sama di bank konvensional lebih mudah dan praktis. Hal ini menghambat motivasi pelaku industri untuk melakukan inovasi produk.
n.      Birokrasi mendapatkan akses pembiayaan dari embaga keuangan khususnya perbankan syariah yang mensyaratkan jsanagt memberatkan masyarakat usaha mikro kecil. Oleh sebeb itu, dibutuhkan mekanisme[10] yang cukup memadai yang memudahkan masyarakat UMK dapat mengakses produk pembiayaan perbankan syariah.
o.      Prinsip akad dan mekanisme yang berbeda-berbeda dari produk perbankan syariah antar negara yang memiliki industri keeuangan dan perbankan syariah menghambat terjadinya integrasi pasar yang berpotensi memperbesar volume industri.
p.      Keterbatasan sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kulaitas masih menjadi masalah utama bagi industri keuangan dan perbankan syariah nasional. Pertumbuhan industri yang tidak diiringi dengan penyediaan SDM yang memadai pada akhirnya akan membuat perkembangannya terhambat
q.      Sistem pendidikan saat ini juga memiliki keterbatasan dalam mencetak SDM yang dibutuhkan industri, karena lembaga yang memiliki jurusan atau program studi keuangan dan perbankan syariah jumlahnya terbatas, tenaga pendidik yang memiliki kompetensi pada bidang tersebut juga masih terbatas dan kurikulumnya pun belum mapan.
r.        Kompetensi pegawai lembaga ekuangan dan perbankan syariah yang ada saat ini ada, sera pegawai lembaga –lembaga terkait seperti otoritas, konsultan, hakim, notaris, dan advokat, masih relatif rendah. Kondisi ini tentu menghambat perkembangan industri.
s.       Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebagai lembaga otoritas fatwa yang menjadi rujukan bagi industri keuangan dan perbankan syariah di indonesia, masih terkendala pada keterbatasan dana oprasional. Sebagai lembaga yang nirlaba, maka DSN dihadapkan pada masalah dana oprasional. Namun, pemenuhan dana tersebut jangan sampai mengganggu independensi dan kredebilitas DSN sebagai otoritas fatwa.
t.        Secara kelembagaan DSN dan DPS masing-masing memiliki wilayah tugas dan fungsi. Namun karena keterbatasan jumlah pakar yang memiliki kompetensi dalam syariah mengakibatkan adanya status ganda dari satu pakar , dimana yang bersangkutan merangkap jabatan, yaitu sebagai otoritas fatwa DSN dan sebagaiauditor syariah di DPS. Hal ini memunculkan presepsi dari masyarakat kurang ppercaya pada profesionalisme anggota DSN dalam pembuatan fatwa serta produk-produk keuangan syariah. Isu ini juga menjadi masalah tingkat internasional.
u.      Kecenderungan integrasi pasar pada tingkat regional dan internasional berimplikasi pada kecenderungan menyamakan definisi pada fatwa, produk dan oprasional di industri keuangan syariah yang berpotensi merugikan kepentingan ekonomi nasional.
v.      Masihh terdapat persepsi negatif di masyarakat seperti keraguan dan ketidakpercayaan pada tingkat kesyarihan dari produk damn operasinal lembaga keuangan syariah. Di samping itu, masiih banyak keluhan pada pelayanan yang tidak efisien dan nyaman serta biaya atau harga yang lebih mahal dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional.
w.    Masih minimnya program-program sosialisasi tentang lembaga keuangan syariah dan sosialisasi belum dilakukan secara masif pada skala besar dan luas. Sosialisasi dan edukasi belum menjangkau semua lapisan masyarakat, khususnya tokoh masyarakat, ulama dan akademisi. Sehingga banyak uangkapan yang disampaikan oleh tokoh ataupun ulama sebagai panutan masyarakat, cenderung kontraproduktif dengan upaya pengembangan industri keuangan syariah di tanah air.

2.5            Analis
Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.
Namun,dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan dan prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang[11] dapat menciptakan sebuah kegiatan perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.
Peranan perbankan syariah dalam perekonomian relatif masih sangat kecil dengan pelaku tunggal. Ada beberapa kendala pengembangan perbankan syariah adalah : peraturan perbankan yang belum berlaku sepenuhnya mengakomodasi oprasional bank syariah, pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan oprasional bank syariah. Hal ini disebabkan oleh padandangan yang belum tegas mengenai bunga dari para ulama, dan kurangnya perhatian ulama atas kegiatan ekonomi, frekuensi sosialisasi belum dilakukan secara optimal, jaringan kantor bank syariah masih terbatas, sumber daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah masih terbatas, persaingan produk perbankan konvensional yang ketat mempersulit bank syariah segmen pasar.
Strategi pengembangan perbankan syariah di arahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional dan dilakukan secara komprehensif dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah. Upaya pemerintah untuk merealisasikan hal tersebut ditemput melalui langkah : penyempurnaan ketentuan, pengembangan jariangan bank syariah, pengembangan piranti moneter, pelaksanaan kegiatan sosialisasi perbankan syariah.





















BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Kegiatan ekonomi sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw, dimana dijelaskan kegiatan ekonomi adalah keharusan untuk melanjutkan kelangsungan hidup, juga menjadi penyambung hubungan antara manusia dengan manusia melalui kegiatan bermuamalah. Kegiatan ekonomi tidak terlepas dari lembaga keuangan baik bank maupun non bank syariah ataupun konvensional. Perbankan syariah atau lemabaga keuangan syariah non bank di awasi oleh Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional yang mengatur tentang fatwa-fatwa.
            Lembaga keuangan bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1992 dengan produk-produk yang ditawarkan seperti penyaluran dana : murabahah, salam ,istishna,musyarakah,mudharabah,ijarah, dll. Penghimpunan dana meliputi : tabungan  wadiah, giro wadiah, dll. Adapun jasa perbankan syariah yang lain yaitu : hiwalah, rahn, qardh, wakalah, kafalah, sharf.
            Perkembangan perbankan syariah sejak awal hadir di tahun 1992 sampai saat ini sangatlah memberikan prospek yang baik untuk keungan indonesia, karena lembaga keuangan syariah lebih tahan dengan krisis. Namun, masih adanya permasalahan baik dari kalangan masyarakat sampai pemerintah yang belum memberikan dukungan serta kepercayaan nya kepada lembaga-lembaga syariah. Hal itu tidaklah menjadi penghambat bagi majunya lembaga-lembaga syariah yang ada di indonesia, justru hal tersebut menjadi tantangan dan PR untuk lembaga keuangan syariah, pemerintah, serta lapisan masyarakat.









DAFTAR PUSTAKA


-          Adiwarman A. Karim, Bank Islam Anialisis fiqh dan keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013
-          Darsono, Dkk, Perbankan Sayriah Di Indonesia ( Kelembagaan dan Kebijakan serta Tantangan ke Depan), Jakarta: Rajawali Pers, 2017
-          Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
-          Muhammad, Manajemen Dana, Jakarta: Rajawali Pers, 2014
-          Muljono Djoko, Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lemabaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Andi, 2014
-          Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009
-          Pandia Frianto, Dkk, Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2015

















[1] Adiwarman A. Karim, Bank Islma Anialisis fiqh dan keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013 (hlm:18)
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2012 (hlm:166)
[2] Ibid:97
Pandia Frianto, Dkk, Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2015 (hlm:191)
Muljono Djoko, Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lemabaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Andi, 2014 (hlm:10)
[3] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Anialisis fiqh dan keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013 (hlm:98)

[4] Ibid:101
[5] Ibid:102
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2012 (hlm:171)
Ibid: 112
[6] Muljono Djoko, Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lemabaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Andi, 2014 (hlm:245)
[8] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Anialisis fiqh dan keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013(hlm:25)
Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009 (hlm:58)
[9] Darsono, Dkk, Perbankan Sayriah Di Indonesia ( Kelembagaan dan Kebijakan serta Tantangan ke Depan), Jakarta: Rajawali Pers, 2017 (hlm:383)
[10] Ibid: 387
[11] Muhammad, Manajemen Dana, Jakarta: Rajawali Pers, 2014 (hlm:18)

Tidak ada komentar: